OPINI- Menyoal Link and Match-nya Vokasi

 Oleh Muhammad Arhami

MUHAMMAD ARHAMI,  Ketua Jurusan Teknologi Informasi dan Komputer Politeknik Negeri Lhokseumawe

HARAPAN para lulusan SMK atau sekolah vokasi bahwa ketika mereka telah lulus akan mendapatkan pekerjaan yang bersesuaian dengan skill atau keahlian yang mereka miliki atau sesuai dengan kompetensi.

Mereka yakin pasti mampu bersaing di dunia industri dan dunia kerja (IDUKA). Itu adalah harapan setelah lulus para pencari ilmu di sekolah vokasi.


Selain itu mereka juga berharap bahwa “pernikahan massal” antara sekolah vokasi, lulusan vokasi dengan industri segera dapat diwujudkan dalam suatu bingkai yang pasti dan bukan sekadar retorika-retorika yang tidak pasti.


Harapan para lulusan vokasi agar mereka dapat langsung direkrut oleh industri bukan merupakan hal yang mudah, mengingat banyak pertimbangan lainnya yang sudah harus dipenuhi oleh para lulusannya.


Sekolah tentunya harus mengupayakan infrastruktur yang mendukung pembelajaran vokasi.

Jika diamati sekolah vokasi merupakan sekolah yang tergolong menghabiskan dana cukup besar terutama untuk sarana dan prasarana, peralatan praktikum dan media-media lainnya yang harus mengikuti perkembangan teknologi dan perkembangan industri itu sendiri.


Sehingga terkadang tuntutan industri tidak bisa dipenuhi oleh sekolah yang memiliki infrastruktur biasa- biasa saja.Untuk itu perlunya dilakukan upaya pemerataan terhadap infrastruktur tersebut sehingga apa yang diinginkan industri melalui lulusan yang dihasilkan oleh sekolah vokasi dapat tercapai.


Sehingga perkawinan massal yang akan dilakukan dengan industri tidak akan ditolak karena keterpenuhan standar yang dimiliki oleh industri telah disesuaikan oleh sekolah penyelenggara vokasi. Industri juga tidak akan ragu lagi dengan para lulusan. Jika dimungkinkan juga walaupun hanya di tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK) dapat dihadirkan teaching factory atau Pusat Penghasil Produk Teknologi yang sesuai dengan kapasitas SMK.


ertanyaannya adalah apakah sekolah akan mampu dengan sendirinya, pasti jawabannya tidak, bahwa dalam hal ini peran pemerintah sangat diperlukan dalam mendukung penyediaan sarana dan prasarana tersebut, dengan tidak memandang apakah itu penyelenggara negeri atau swasta.


Banyak model yang bisa diluncurkan oleh pemerintah seperti melalui kompetisi hibah dan dana pinjaman lunak bagi sekolah untuk mengelola berbagai infrastruktur tersebut.


Adanya teaching factory tentunya dapat dimanfaatkan oleh sekolah untuk menghasilkan produk- produk inovasi teknologi sesuai kebutuhan di tingkat daerahnya dan jika dimungkinkan juga di tingkat nasional maupun internasional, sehingga pemerintah daerah diuntungkan oleh adanya teaching factory ini.


Selain itu kurikulum yang diadakan oleh sekolah juga harus mengikuti kurikulum industri agar semuanya bisa berinteraksi, berkolaborasi, berakselerasi dan bersinergi dalam tujuan yang sama yaitu pencapaian kompetensi ilmu bagi para lulusan sesuai dengan standar yang diterapkan di industri dimana penguasaan softskill dan kompetensi lulusan yang sesuai bidangnya.


Sekolah vokasi harus melakukan upaya yang intensif dan proaktif dalam menyesuaikan capaian pembelajarannya dengan kebutuhan industri melalui kegiatan kerja sama yang mencakup magang di industri, kolaborasi bersama untuk pengajaran dan juga pemagangan tenaga pengajar di industri, sehingga melalui kegiatan-kegiatan tersebut dapat diserap apa kebutuhan yang dinginkan industri dan pada akhirnya sekolah vokasi mampu melakukan adaptasi dengan industri.


Proses pembelajaran juga menjadi hal yang tak kalah pentingnya untuk para pencari ilmu di sekolah vokasi, dimana ada suatu model pembelajaran yang diterapkan dengan menitik beratkan pembelajaran di lapangan atau laboratorium atau workshop di bengkel, atau dengan kata lain bahwa selama ini persentase perkuliahan praktikum memiliki porsi yang lebih besar daripada pembelajaran teori atau secara umum setara 60:40 dimana 60 untuk praktik dan 40 untuk teori, selain itu nuansa industri juga harus dihadirkan di dalam proses pembelajaran dimana salah satunya adalah melalui penciptaan suasana di ruang kelas dan ruang praktik seperti nuansa di industri, sehingga nantinya ketika para lulusan berada di industri mereka tidak akan kaku dan canggung dalam beradaptasi dengan tempat pekerjaan mereka.


Berikutnya adalah model ruang kelas untuk pembelajaran di sekolah yang berbasis vokasi dapat dipikirkan untuk disesuaikan dengan model kelas seperti di industri di mana ruang-ruang belajar di kelas atau ruang-ruang praktikum meja dan kursinya tidak lagi disusun seperti model saat ini akan tetapi modelnya diubah menjadi model di industri sehingga tidak lagi “mengundang” guru atau dosen untuk “tergiur” menggunakan model konvensional, akan tetapi modelnya harus seperti diindustri, dimana para pendidik diajak untuk mengarahkan dan membekali ilmu dan pengetahuan para anak didik melalui pengerjaan dan penyelesaian.


Berbagai proyek atau produk-produk yang berbasis permasalahan/ kasus yang dapat berasal dari industri baik industri kecil, menengah atau besar, apalagi sekarang model belajarnya adalah merdeka belajar, artinya belajar yang dapat menghadirkan hal-hal baru berupa sentuhan-sentuhan inovasi baru dalam pembelajaran dimana didalamnya para pendidik dapat mengeksplorasi berbagai model transfer ilmu kepada anak didik yang pada akhirnya anak didik mampu menguasai dan mampu memiliki kompetensi mereka sesuai dengan bidang yang ditekuninya melalui pembelajaran yang terus menerus dan tanpa batas.


Jika berbicara dalam konteks daerah, khususnya daerah Aceh maka jika ada pertanyaan ke mana lulusan vokasi di Aceh yang akan mencari peruntungan dalam hal pekerjaan, karena berdasarkan data statistik hingga Agustus 2021 tercatat bahwa angka pengangguran terbuka di Aceh sebesar 6,3 persen dan tercatat bahwa pengangguran tingkat SMK paling tinggi yaitu sebesar 10,55 persen dan tingkat diploma satu sampai tiga sebesar 7,27 persen.


Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Aceh perlu mengupayakan pengembangan kawasan untuk pembangunan industri-industri yang sesuai dengan bidang vokasi yang diselenggarakan di Aceh. Tercatat ada 225 SMK di Aceh dengan bidang yang diselenggarakan berbedabeda mulai dari keteknikan atau rekayasa sampai dengan pariwisata, bisnis, tata boga, perhotelan dan lain sebagainya.


Untuk mengurangi angka pengangguran tersebut maka tidak cukup menuntut para lulusan sekolah vokasi untuk menjadi eunterpreneur akan tetapi pemerintah juga perlu mengupayakan program lain dalam peningkatan angka bekerja para lulusan sekolah vokasi, seperti memodali mereka dengan pinjaman dan mengupayakan industri-industri di daerah mengingat banyak areaarea atau kawasan yang masih bisa diberdayakan untuk membangun industri-industri.


Semoga harapan tersebut dapat diwujudkan oleh Pemerintah daerah Aceh seperti yang pernah disampaikan oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah seperti dilansir situs mirror.acehprov.go.id. Nova menyampaikan bahwa sekolah vokasi sangat penting bagi pembangunan Aceh. Menurutnya, lulusan pendidikan vokasi mampu untuk memenuhi standar kebutuhan dunia kerja. Dengan demikian jumlah pengangguran bisa ditekan, sehingga menurunkan angka kemiskinan di Aceh. "Jadi kita siapkan lapangan kerja. kalau pekerjanya tidak siap tentu tidak tercapai.

Strategi yang pantas adalah memperbanyak pendidikan vokasional”.


Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah Aceh, semoga di tahun 2022 mendatang akan banyak industri-industri yang lahir di Aceh sebagai bentuk pengurangan angka pengangguran dan dukungan terhadap link and match atau perkawinan massal antara pendidikan vokasi dengan industri.



Sumber : SerambiNews.com dengan judul Menyoal Link and Match-nya Vokasi,   https://aceh.tribunnews.com/2022/04/23/menyoal-link-and-match-nya-vokasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar